Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul |
Oleh : Anas Syahirul, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta
MASIH ingat ungkapan “Dho Manuto” yang didengungkan FX Hadi Rudyatmo saat memimpin perlawanan terhadap penyebaran Covid-19 di Kota Solo saat dia menjadi wali Kota kala itu?
Rudy –sapaan akrabnya-- memang pusing ketika angka paparan Covid-19 di Solo saat itu terus saja meningkat padahal sejumlah kebijakan sudah dilakukan terutama seringnya sosialisasi dan edukasi tentang protokol kesehatan.
Sampai akhirnya, keluarlah taklimat dari dirinya dengan ekspresi meninggi agar warga “Dho Manuto” kalau tidak mau terkena virus corona dan ingin angka pasien covid di Solo turun.
Secara harfiah Dho Manuto bisa dimaknai “Patuhlah”.
“Dho Manuto” pun menjadi slogan yang ampuh untuk mengkampanyekan langkah-langkah preventif di kalangan masyarakat.
Selain didengungkan di manapun, Rudy juga membuat peraga kampanyenya misalnya dengan masker, poster, spanduk, dan lainnya. Semua menggunakan tagline “Dho Manuto”.
Rudy pun membuat kepanjangan dari tagline Dho Manuto : Dumadakan Ono Memolo Anyar Nunggul Tanpo Ono Obate, artinya mendadak ada penyakit muncul yang belum ada obatnya yakni Covid-19.
Mengubah Perilaku
Tagline inilah yang kemudian menjadi medium Rudy dan jajarannya kala itu untuk mengubah perilaku masyarakat agar patuh terhadap upaya-upaya pencegahan (preventif) penularan covid dan menaati (manut) terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat pemerintah. Mulai dari KLB Solo, PPKM Mikro dan lainnya.
Dho Manuto pun terbukti cukup ampuh untuk menurunkan penularan Covid-19 di Solo kala itu.
Saya hanya mencontohkan saja, bahwa tugas berat kita dalam melakukan perlawanan terhadap Covid-19 adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat untuk memiliki kesadaran yang tinggi agar patuh terhadap upaya-upaya pencegahan Covid-19 terutama menjalankan protokol kesehatan.
Serta patuh terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah dalam upaya percepatan penanganan kasus pandemi ini.
PPKM Darurat Diperpanjang
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengambil kebijakan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dari 20 Juli 2021 hingga 26 Juli 2021 mendatang. Setelah itu baru akan ada kelonggaran-kelonggaran.
Itu pun dengan sejumlah catatan-catatan terutama jika angka covid-19 menurun sesuai target.
Saat mengumumkan perpanjangan PPKM Darurat itu, tak bisa dipungkiri adanya kekhawatiran dari Presiden jika covid masih akan berkepanjangan.
Sehingga tenggat 26 Juli untuk pelonggaran pun masih harus bersyarat yakni sepanjang terjadi penurunan penyebaran covid secara signifikan.
Target pemerintah, sehari 10 ribu kasus covid.
Ketika Jokowi mengumumkan perpanjangan kemarin, angka kasusnya masih tinggi yakni 38.325 kasus hari itu. Apalagi harus diakui, target PPKM Darurat belum membuahkan hasil optimal atau kalau bisa dibilang gagal.
Awalnya, PPKM Darurat yang diberlakukan mulai 3-20 Juli 2021 memiliki sejumlah target yang dicanangkan.
Target Tak Tercapai
Enam target penanganan Covid-19 selama 18 hari pelaksanaan PPKM Darurat gagal tercapai.
Mengutip Tempo (20/7/2021) di hari akhir pelaksanaan PPKM Darurat, tercatat keenam inidikator ini adalah pengetesan, pelacakan, penurunan mobilitas, vaksinasi Covid-19, angka positivitas atau positivity rate, dan target menekan laju penularan.
Dalam pengetesan, misalnya, pemerintah menargetkan 324 ribu per hari di Jawa dan Bali. Realisasinya, pemerintah hanya mampu mencapai 127 ribu per hari, dan itu pun angka total nasional.
Target vaksinasi sebanyak 1 juta per hari, faktanya hanya dapat dipenuhi 546 ribu per hari.
Target menekan laju kenaikan penularan hingga 10 ribu kasus per hari, juga masih jauh.
Sementara, angka kasus harian sebanyak 38.325 saat diumumkan perpanjangan PPKM Darurat.
Begitu pula dengan pelacakan, target 15 orang per satu kasus positif atau 300 ribu kontak tapi realisasi masih 250 ribu kontak.
Target positivity rate 10 persen, realisasinya masih 25 persen.
Target penurunan mobilitas 30 persen, namun yang tercapai masih 20 persen.
Maka wajar jika Jokowi sangat berharap partisipasi masyarakat untuk menangani bersama-sama kasus covid ini.
Tanpa partisipasi masyarakat maka akan makin sulit untuk menekan kasusnya, meskipun PPKM akan diperpanjang sampai kapanpun.
“Saya minta semuanya bisa kerja sama bahu-membahu untuk melaksanakan PPKM ini dengan harapan kasus akan turun dan tekanan pada rumah sakit juga menurun. Untuk itu kita harus meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan, melakukan isolasi terhadap yang bergejala dan memberikan pengobatan sedini mungkin kepada yang terpapar,” ucap Jokowi saat mengumumkan perpanjangan PPKM Darurat.
Faktor Menentukan
Kepatuhan masyarakat ini memang jadi faktor menentukan untuk mengatasi penyebaran covid, terutama menjalani protokol kesehatan.
Ajakan Dho Manuto sepertinya harus digembar-gemborkan dan digelorakan agar masyarakat makin sadar, makin patuh, makin punya empati.
Namun, pemerintah juga harus punya konsekuensi yakni dengan memenuhi kebutuhan rakyat, khususnya yakni kebutuhan dasar saat ini : makan dan obat.
Bantuan sosial segera didistribusikan, meski sudah terbilang telat. Biar bisa membeli sembako. Karena terbukti di masyarakat masih banyak yang belum terakses dengan bantuan itu.
Obat juga harus dibantu kemudahannya. Banyak pasien isolasi mandiri mengeluhkan susahnya mencari obat, mahal dan membuat mereka bingung. Termasuk bantuan kepada pekerja informal yang kena dampak PPKM darurat, yang jumlahnya menurut BPS ada 70 juta.
Daripada aparatur sibuk dengan penyekatan jalan mending diberdayakan mengatasi problem-problem riil yang dialami warga mulai dari distribusi obat, pengadaan donor plasma konvalesen, testing/pelacakan pasien, optimalisasi vaksinasi, posko-posko penanganan lapangan seperti relawan isolasi mandiri, pengadaan dan distribusi oksigen dan lainnya. Yang semuanya lebih urgen.
Sehingga angka kematian pasien isolasi mandiri di rumah makin bisa ditekan dan tidak terjadi.
Saya punya pengalaman sendiri bagaimana susahnya mencarikan obat, oksigen, kamar rumah sakit, plasma sampai nyari ambulans dan relawan pun tidak gampang. Bahkan sampai tukang penggali kubur dan pembuat peti mati pun harus antre berlama-lama.
Faktor “Dho Menengo”
Hal lain yang juga amat penting diperhatikan adalah faktor “Dho Menengo”. Dalam bahasa Indonesia artinya “Diamlah”.
Ini untuk mengkritisi perilaku sejumlah pejabat dari pemerintah pusat hingga daerah yang seringkali omongannya tak terkendali yang membikin masyarakat bingung, susah dipahami, kadang saling bertentangan hingga bikin geram masyarakat.
Yang paling dirasakan dan ramai dibicarakan di media (mainstream maupun media sosial) adalah ucapan Menteri Luhut Binsar Pandjaitan sendiri, selaku Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali.
Baru beberapa hari memimpin PPKM Darurat dia sudah bikin komentar kontroversial mulai soal masuknya tenaga kerja asing, penurunan angka covid, ancaman agar tidak semua sembarangan ngomong covid dan puncaknya adalah soal omongan dia kalau penanganan Covid-19 sudah terkendali.
Luhut bahkan agak kasar ngomong soal itu, sampai bilang mau ditunjukkan ke mukanya orang yang mengkritisi tidak terkendali.
“Jadi yang bicara tidak terkendali itu, bisa datang ke saya, nanti saya tunjukkin ke mukanya bahwa kita terkendali," ujar Luhut dalam konferensi pers, Senin, 12 Juli 2021 saat itu.
Bikin Geram
Ucapan Luhut yang kasar ini bikin geram masyarakat dan langsung ramai ditanggapi viral di mana-mana oleh semua pihak, terutama para tenaga kesehatan (nakes) yang mengalami bagaimana susahnya mengelola kondisi di lapangan. Termasuk keluarga pasien, relawan, warga masyarakat dan lainnya.
Luhut ngomong begitu bisa dimaklumi karena dia hanya menerima laporan dan tidak pernah ke lapangan langsung.
Dia tidak tahu bagaimana susahnya mencari kamar, mengatur ketersediaan oksigen, harga obat yang mahal sampai beratus kali lipat, susahnya mencari ambulans untuk mengangkut pasien, mencarikan relawan hingga cari peti mati saja harus pesan dulu dan problematika teknis lainnya di lapangan, secara mikro.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) pun menyanggah omongan Luhut tersebut. Apalagi dia adalah komandan dan penanggung jawab PPKM Darurat yang seharusnya omongannya bisa menenteramkan semua pihak yang lagi kesusahan.
Wakil Ketua Umum IDI, Slamet Budiarto, menyatakan pandemi virus corona di Indonesia belum terkendali hingga saat ini, untuk menyatakan penanganan Covid-19 secara makro.
Darurat Militer
Belum selesai, gantian Menko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) Muhadjir Effendy yang menyebut kondisi pandemi di Indonesia sudah Darurat Militer.
“Kita ini kan dalam keadaan darurat militer. Jadi, kalau darurat itu ukurannya tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, darurat perang. Nah, kalau sekarang ini sudah darurat militer." kata Muhadjir di Jogjakarta, Jumat (16/9/2021).
Hal itu berbeda dengan omongan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang menyebut bahwa kondisi Indonesia yang benar adalah Darurat Kesehatan. Pernyataan keluar dari Deputi V KSP, Jaleswari Pramodawardhani menegaskan saat ini Indonesia berada dalam darurat kesehatan.
Hal itu tentu membuat bingung rakyat. Mereka masih bingung mencerna maksudnya apa Darurat Militer saat covid, sudah ditambah kebingungan komentar yang berbeda dengan pejabat lain Istana.
Muhadjir juga mendahului keputusan Presiden dengan menyatakan PPKM Darurat diperpanjang hingga akhir Juli 2021. Kegaduhan di masyarakat pun terjadi, sementara belum ada keputusan resmi dari istana. Bahkan Jokowi pun belum berani menyampaikan dan justru menyatakan bahwa soal perpanjangan PPKMDarurat harus diputuska sangat hati-hati.
Itu hanya sekelumit pernyataan-pernyataan dari para pengelola negara saat menangani Covid. Belum lagi pernyataan kontroversi menteri lain termasuk Menteri BUMN soal vaksin berbayar yang akhirnya dibatalkan Presiden hingga komentar pejabat di daerah yang juga sering sulit dipahami.
Untuk itulah daripada para pejabat yang dianut rakyat itu ngomong ngalor-ngidul yang kadang membingungkan dan bikin geram rakyat, sebaiknya mulai sekarang menghindari pernyataan-pernyataan yang tidak produktif dan bahkan membikin krontroversial.
Lebih Baik Diam
Jika mereka sendiri tidak yakin dengan yang diomongkan, maka lebih baik dia diam dan fokus dengan aksi-aksi yang lebih nyata untuk penanganan Covid-19.
Mulai sekarang para pejabat “Dho Menengo” jika pernyataannya malah membikin kontroversi dan membingungkan rakyat. Sampaikan pernyataan yang memahamkan rakyat, menjernihkan, mengayomi, membangkitkan dan bukan yang membingungkan dan kontroversial.
Maka saya sepakat dengan lontaran seorang dokter di salah satu rumah sakit di Solo yang juga sahabat saya agar pesan Dho Manuto dan Dho Menengo ini penting disampaikan. Sehingga penanganan covid-19 termasuk perpanjangan PPKM Darurat membuahkan hasil yang optimal dan sukses.
Mari rakyat “Dho Manuto”, pejabat “Dho Menengo”..... (*)
0 comments:
Posting Komentar