Ilustrasi sebuah konten hoaks tentang Covid-19. |
SOLOSKOY.COM, SOLO - Di tengah keprihatinan bangsa Indonesia yang tengah menarik tuas rem PPPM Darurat guna menekan laju penyebaran COVID19, media digital masih terus dibanjiri dengan berbagai hoaks dan hasutan yang meresahkan.
Dalam siaran pers yang dikirim ke SoloSkoy.com, Kamis (22/07/2021), menurut Masyarakat Anit-Fitnah Indonesia (Mafindo) situs TurnBackHoax.ID mencatat 1.069 hoaks COVID-19 sejak Januari 2020 hingga Juli 2021.
Sebagian di antara ribuan hoaks itu mengandung narasi yang membahayakan
masyarakat dan merusak upaya penanganan pandemi, termasuk yang disebarkan oleh
dr Lois yang saat ini kasusnya sedang ditangani oleh Polri.
Sangat
mendesak inisiatif bersama supaya masyarakat tidak mudah menjadi korban hoaks
pandemi, tidak cukup dengan klarifikasi secara digital, edukasi dan sosialisasi
di dunia nyata sangat penting untuk dilakukan.
Pemerintah,
platform dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk menekan peredaran
hoaks.
Sangat Massif Menyebar
Hoaks yang menyebut rumah sakit meng-COVID-kan pasien, dan pasien meninggal karena keracunan interaksi obat yang diresepkan dokter, sangat massif menyebar di masyarakat, membuat orang yang sakit baik COVID19 maupun bukan, takut untuk pergi ke rumah sakit dan bertemu dokter.
Tercatat
beberapa kasus warga meninggal yang terlambat ditangani rumah sakit, akibat
termakan hoaks tersebut, sehingga enggan untuk bergegas ke rumah sakit.
Hal
ini juga mungkin terjadi kepada sebagian warga yang meninggal ketika isolasi
mandiri di rumahnya.
Hoaks
ambulans kosong yang berputar-putar sekeliling kota untuk menakut-nakuti warga,
dipercaya sebagian orang sehingga terjadi beberapa insiden perusakan ambulans,
tercatat pelemparan batu dan kaca pecah di Jogjakarta dan Solo pada minggu kedua
Juli 2021.
Sangat Meresahkan
Hal
ini sangat meresahkan para petugas ambulans yang masih harus tetap bekerja di
tengah tekanan tinggi akibat antrean pasien atau jenazah yang membutuhkan
ambulans.
Karena itulah, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, menyatakan bahwa PPKM Darurat harus disertai dengan upaya serius untuk menekan lajur penyebaran hoaks pandemik.
“Karena
hoaks ini masih berperan dalam abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan,
penolakan terhadap vaksin, hingga meninggalnya warga karena salah mengambil
keputusan dalam situasi genting,” tegasnya.
Septiaji
melanjutkan, diproses hukumnya dr Lois, tidak serta merta akan mengurangi laju
peredaran hoaks, karena polarisasi antara kubu rasional dan kubu denial sudah
terlanjur menguat.
“Kubu
denial ini sangat aktif di media sosial, salah satunya group di Facebook 'Akhiri
Plandemic' beranggotakan 13 ribu anggota, dan setiap harinya berseliweran konten
yang mengajak masyarakat untuk tidak mempercayai COVID19 dan upaya penanganan
pandemi yang sedang dilakukan,” ucapnya.
Ditokohkan
Menurut
Septiaji, kalaupun dr Lois berhenti menyebarkan hoaks, maka akan ada orang lain
yang kemudian ditokohkan oleh kelompok denial ini.
“Platform
media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok juga perlu lebih responsif
untuk menyisir konten hoaks yang dilaporkan masyarakat, khususnya konten hoaks
yang sudah diklarifikasi oleh ekosistem periksa fakta di Indonesia,” ujarnya.
“Platform
perlu memanfaatkan database hoaks yang terbangun untuk secara otomatis
memperingatkan pengguna jika mengunggah konten hoaks yang serupa. Akun-akun
yang berulang kali sengaja menyebarkan hoaks COVID19 yang meresahkan perlu
dikeluarkan dari platform,” sambung Septiaji.
Ketimpangan Besar
Ketimpangan
antara jumlah hoaks yang beredar dengan klarifikasi yang sampai ke masyarakat
masih menjadi masalah besar.
Meskipun
media massa, lembaga periksa fakta, dan pemerintah sudah berusaha melakukan
upaya periksa fakta, namun masih lebih banyak masyarakat yang terpapar hoaks
dan tidak semuanya bisa mengetahui klarifikasinya.
Eko
Juniarto, Presidium Mafindo Bidang Periksa Fakta, menjelaskan, dari analisisnya
terhadap sejumlah artikel periksa fakta yang dipublikasikan, sebuah hoaks bisa
sepuluh kali lipat lebih banyak disebarkan ketimbang klarifikasinya.
“Ini
menjadi persoalan serius, karena banyak masyarakat yang lebih mudah mengakses
konten hoaks, tetapi tidak banyak yang membaca klarifikasinya. Ketimpangan
informasi ini yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang lebih percaya
kepada hoaks daripada informasi faktual
yang dikeluarkan oleh otoritas maupun pakar kesehatan,” katanya.
Perlu Rutin Dilakukan
Upaya
mendekatkan masyarakat dengan klarifikasi atas hoaks yang beredar perlu
dilakukan dengan secara rutin mengupdate para tokoh masyarakat dan tokoh agama
terkait isu terkini, sehingga mereka bisa ikut membantu meluruskan informasi
di komunitasnya.
Demikian
juga kantor desa, kelurahan, kecamatan, puskesmas, rumah sakit, perlu secara
berkala memajang poster yang berisi klarifikasi atas isu hoaks terkini yang
dinilai paling meresahkan masyarakat.
Pemerintah
bisa menggerakkan institusi yang memiliki jejaring struktural ke daerah untuk
membantu menjernihkan informasi, merangkap perpanjangan telinga untuk
mendengarkan keresahan masyarakat.
Kementerian
Dalam Negeri bisa mengirim radiogram berkala kepada pemerintah daerah sehingga
aparat desa dan kecamatan sigap menyikapi hoaks di lapangan.
Kementerian
Agama bisa mengerahkan penyuluh agama yang ada sampai level kecamatan untuk
ikut memberikan klarifikasi atas informasi bohong.
Jejaring Binmas
Demikian
juga Kepolisian Republik Indonesia bisa menggerakan jejaring Binmas.
“Tidak
cukup dengan menyebarkan narasi secara digital, kita butuh upaya lebih untuk
meyakinkan orang supaya tidak termakan hoaks secara spesifik, tidak bisa lagi
dengan ajakan yang sifatnya umum,” kata Eko.
“Orang
umumnya sudah paham kalau hoaks itu sesuatu yang buruk, tetapi yang paling
penting adalah orang harus tahu bahwa issue rumah sakit meng-COVID-kan pasien,
vaksin membahayakan, ambulans kosong menakuti warga, itu adalah hoaks yang
harus dilawan bersama,” sambung Eko. (jun)
Basmi hoaks!
BalasHapus