Portal Berita Derah, Nasional dan Global

TwitterFacebookGoogle PlusInstagramRSS FeedEmail

Selasa, 07 September 2021

Mengenang Liputan “24 Jam Bersama Ba’asyir” 19 Tahun Silam (1)

Sebuah arsip liputan "24 Jam Bersama Ba'asyir" yang dimuat Harian Surya edisi 27 Oktober 2002.

SETELAH 25 tahun menjadi jurnalis di tiga media dalam satu grup (Harian Surya, Koran Tribun Jogja, dan TribunSolo.com) saya pensiun 2 Juni 2019 lalu. Banyak liputan saya di beberapa kota, yang paling menarik adalah liputan bertajuk “24 Jam Bersama Ba’asyir”.

Saat itu, 19 tahun silam, antara Agustus 2002 hingga Oktober 2002, saya sebagai jurnalis Harian Surya Surabaya intens meliput kegiatan Ustaz Abu Bakar Baasyir alias Ustaz Abu.

Liputan “24 Jam Bersama Baasyir” membuat saya waktu itu antara lain harus berhari-hari nyanggong di depan Ponpes Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng, hingga menjelang tengah malam.

Ponpes Al Mukmin Ngruki adalah ponpes yang diasuh Ustaz Abu dan ustaz-ustaz lain.

Inilah kenangan saya tentang liputan tersebut.

SOSOK Ustaz Abu Bakar Baasyir pernah identik dengan aksi terorisme karena Ustaz Abu (panggilan akrabnya)  pernah diadili dalam beberapa perkara terorisme.

Ia bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Khusus Klas IIA Gunung Sindur,  8 Januari 2021 lalu, setelah menjalani masa tahanan 15 tahun dikurangi remisi selama 55 bulan.

Arsip lama berbagai media menunjukkan, vonis hukuman penjara 15 tahun pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu dijatuhkan 16 Juni 2011 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Kala itu majelis hakim menyatakan Baasyir terbukti bersalah karena sebagai Amir Jamaah Anshorud Tauhid (JAT) terlibat pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Arsip media massa juga menunjukkan bahwa sebelum vonis pada 16 Juni 2011 tersebut sudah ada sejumlah perkara hukum yang menjerat Ba’asyir.

Serangan Bom Bali

Misalnya, pada 3 Maret 2005 (masa pemerintahan SBY, Red), Ba'asyir selaku Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dinyatakan terbukti bersalah oleh majelis hakim PN Jaksel atas konspirasi serangan bom di Bali 12 Oktober 2002, dan divonis hukuman 2,6 tahun penjara.

Jauh sebelumnya, saat pemerintahan Presiden Soeharto, pada tahun 1983  Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama rekannya, Abdullah Sungkar, karena dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. 

Kala itu Baasyir juga disebut-sebut melarang para santrinya di Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik.

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

Selain itu pihak aparat keamanan juga menyebut Baasyir merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto), salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Jawa Tengah. 

Kemudian pengadilan memvonis Baasyir dan Abdullah Sungkar hukuman sembilan tahun penjara.

Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) kemudian dikenai tahanan rumah, tapi pada 1985 keduanya kabur ke Malaysia.

Sesudah Orde Baru di bawah Soeharto tumbang pada 1998, Baasyir kembali dari Malaysia, dan pada 1999 aktif dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari organisasi Islam baru bergaris keras. 

Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.

Kemudian, tatkala MMI menggelar Kongres I di Yogyakarta pada 8 Agustus 2002, kongres itu memilih Ba’asyir sebagai amir atau ketua MMI. (BERSAMBUNG)

Share:

1 comments:

Arsip