Portal Berita Derah, Nasional dan Global

TwitterFacebookGoogle PlusInstagramRSS FeedEmail

Sabtu, 18 September 2021

Di Laboratorium MIT AS, Noor Titan Putri Hartono Rancang Panel Surya Lebih Murah dan Efisien

Noor Titan Putri Hartono alias Titan (tengah) bersama koleganya di Photovoltaic Research Laboratory MIT AmerikaSerikat (AS). 

SOLOSKOY.COM, BOSTON  - Di tengah krisis iklim yang semakin parah, para peneliti fokus mencari solusi untuk menghadirkan sumber energi bersih yang bisa mengurangi dampak krisis.

Bukan hanya ramah lingkungan, tapi juga murah dan bisa dijangkau masyarakat.

Hal itulah yang dilakukan Noor Titan Putri Hartono, peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston, Amerika Serikat (AS), asal Indonesia, yang bercita-cita membantu pemerataan akses listrik di Tanah Air.

“Seru banget sih kayak nyampur-nyampur, kayak gimana ya kalau misalkan aku tambahi itu, oke order material baru, kita coba… ‘Mari kita coba,’ kayak Sisca Kohl gitu, hahaha…,” tuturnya, dikutip Kompas.com dari VOA Indonesia.

Lebih Murah dan Efisien

Titan adalah peneliti di Laboratorium Riset Photovoltaic MIT. Sejak tahun 2016, ia fokus mengembangkan material panel surya yang lebih murah dan efisien.

“Karena saat ini kan harganya mahal banget nih, dan susah banget kalau misalkan kita pingin punya di Indonesia,” ungkapnya.

Itulah yang mendorong Titan menekuni penelitiannya.

Pemerataan akses listrik di Indonesia, menurutnya, bisa banyak terbantu dengan teknologi panel surya.

Bukan saja karena ramah lingkungan, tapi juga, “karena itu enggak butuh transmisi dari pulau Jawa, tapi kita bisa bangun di pulau tersebut, kayak microgrid, terus orang-orang bisa langsung menikmati listriknya di tempat tersebut,” katanya.

Lumayan Mahal

Titan memulai pencarian material panel surya murah ketika mengambil studi pascasarjana di MIT lima tahun lalu, persis setelah menyelesaikan pendidikan S1 di kampus yang sama.

Tanpa jeda, perempuan asal Cimahi, Jawa Barat itu melanjutkan penelitian tersebut saat menempuh pendidikan doktoral, lagi-lagi, di MIT.

“Kalau kita lihat panel surya di market gitu, kan rata-rata kebanyakan, sekitar 80 persennya itu dari silikon. Tapi silikon itu, salah satu drawbacknya dia lumayan mahal, karena kayak bikin infrastrukturnya, untuk processingnya itu sangat mahal."

"Kalau perovskite ini, dia diprediksi harganya bisa jadi lebih murah, dan efisiensinya itu udah comparable sama silikon,” tutur Titan.

“Tapi ada satu challengenya itu adalah dia kurang stabil," ucapnya.

Sekitar 80 persen panel surya saat ini dibuat dari silikon.

Fokus Utama

Menemukan formula perovskite yang stabil lantas menjadi fokus utama Titan.

Perovskite sendiri adalah mineral yang sudah ditemukan sejak abad ke-19. Akan tetapi, jenis perovskite yang dikembangkan khusus untuk panel surya baru diteliti satu dekade terakhir.

Setelah membuat lebih dari 1.000 sampel, Titan akhirnya berhasil menciptakan komposisi perovskite yang delapan kali lebih stabil dari sebelumnya.

Namun, perjalanan untuk sampai pada tahap produksi massal sebagai bahan utama panel surya masih amat panjang.

“Sebenarnya kan sekarang tuh udah ada beberapa startup –di AS ada, di Inggris juga ada– oleh profesor-profesor yang lumayan besar namanya di bidang ini. Mereka berusaha pushing ini ke manufacturing stage,” jelasnya.

“Jadi, aku sih berharapnya mungkin dalam 10 tahun ke depan mungkin kita bisa dapat visible product, produk yang beneran ada bentuknya,” ujar Titan. (kompas.com)


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WNI Asal Cimahi Kuliah di MIT, Rancang Panel Surya Versi Baru untuk Indonesia"

Share:

1 comments:

Arsip